Kembali terjadi kasus pencurian ikan oleh nelayan asing di
perairan Indonesia. Bahkan modus pencurian ikan oleh nelayan asing ini telah
berkembang menjadi penyelundupan. Artinya ikan hasil curian itu dijual kembali
ke Indonesia. Menurut informasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan
(2-3/6/2012), menunjukkan, kerugian akibat penjarahan oleh nelayan asing
mencapai Rp 30 triliun per tahun.Pencurian dan Penjarahan terutama terjadi di
Laut China Selatan, Arafuru, Laut Sulawesi, serta perairan lain yang terhubung
langsung ke negara tetangga. Namun juga sebaliknya, seringkali nelayan kita
secara tidak sengaja mencuri ikan di laut negara tetangga Indonesia.
Bila
ditinjau dari kacamata fiqih pencurian semacam ini tidak termasuk sariqah
syar’an (pencurian menurut syariah), tetapi hukumnya haram karena melanggar
kesepakatan antar negara. Seperti kata Sulaiman al-mansyur al-Jamal dalam
Futuhat al-Wahhab bi Syarh Minhaj al-Thullab
(فَرْعٌ) مِنْ الظَّاهِرِ سَمَكُ الْبَرِكِ وَصَيْدُ الْبَرِّ
وَالْبَحْرِ وَجَوَاهِرُهُمَا وَشَجَرُ الْأَيْكَةِ وَثِمَارُهَا فَلَا يَجُوزُ
فِيهَا تَحَجُّرٌ وَلَا اخْتِصَاصٌ وَلَا إقْطَاعٌ وَلَوْ إرْفَاقًا وَلَا أَخْذُ
مَالٍ أَوْ عِوَضٍ مِمَّنْ يَأْخُذُ مِنْهَا شَيْئًا وَقَدْ عَمَّتْ الْبَلْوَى
بِهَذَا فَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلَّا بِاللهِ نَعَمْ يَمْلِكُهَا تَبَعًا
لِلْبُقْعَةِ إذَا مَلَكَهَا كَمَا مَرَّ
(Sub
Masalah) Termasuk yang sudah jelas adalah hukum ikan di kolam-kolam, hewan
buruan darat dan laut serta kekayaan alam keduanya, pepohonan dan buah-buahan
hutan, yang tidak boleh dicegah, dikuasai, diberikan kepada pihak lain oleh
pemerintah, walaupun sebatas irfaq -memberi kewenangan memanfaatkan-, dan tidak
poleh mengambil harta atau gantinya dari orang yang telah menguasainya. Dan
fenomena semacam ini sudah umum terjadi, fa la haula wa la quwwata illa billah.
Meskipun begitu, kekayaan alam yang telah disebutkan tadi bisa dimiliki dengan
mengikuti kepemilikan lahan, ketika seseorang memiliki lahan tersebut seperti
penjelasan yang telah lewat.
Batas
negara tidak dapat menjadi ketentuan hukum kepemilikan, tetapi dapat menjadi
ketentuan hukum dalam hak kekuasaan negara tertentu. Artinya, meskipun ikan
tidak dapat dimiliki oleh negara tertentu tetapi negara mempunyai kekuasaan
akan wilayah tertentu. Hal ini berdasarkan ibarat Abdul Qadir al-Audah dalam
Tasyri’ al-Jina’i al-Islami
وَيَدْخُلُ
فِي دَارِ الْإِسْلَامِ كُلُّ مَا يَتْبَعُهَا مِنْ جَبَالٍ وَصَحَارِي
وَأَنْهَارٍ وَبَحِيرَاتٍ وَأَرَاضٍ وَجَزَرٍ وَمَا فَوْقَ هذِهِ جَمِيعًا مِنْ
طَبَقَاتِ الْجَوِّ مَهْمَا ارْتَفَعَتْ
Dan
setiap gunung, padang sahara, sungai, laut, lahan, pulau dan udaranya ke atas,
yang mengikuti wilayah negara Islam itu termasuk wilayah negara Islam.
Sedangkan
posisi ikan sebagai barang curian boleh dirampas oleh negara sebagai ta’zir
mal. Hal ini diqiyaskan dengan kasus Nufail sepeti keterangan Muhammad bin
Sulaiman al-Kurdi dalam Tasyri’ al-Jina’i al-Islami
قُلْتُ
وَيُشْهَدُ لِجَوَازِ الْعُقُوبَةِ بِالْمَالِ فِي الْجُمْلَةِ حَدِيثُ النُّفَيْلِ
وَهُوَ قَوْلُهُ r مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَصِيدُ فِي حَرَمِ الْمَدِينَةِ فَخُذُوا
سَلَبَهُ إِلَى آخِرِ مَا قَالَهُ الشَّيْخِ مِيَارَهْ وَإِذَا كَانَ هذَا فِي
الْجِنَايَاتِ الْمُقْتَضِيَّةَ لِلتَّعْزِيرِ فَمَا بَالُكَ فِي تَرْكِ
الْجَمَاعَةِ وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ
Saya
berpendapat: “Dan bukti diperbolehkannya memberi sanksi harta dalam sebagian
kasus adalah hadits al-Nufail, yaitu sabda Nabi Saw.: “Siapa saja yang berburu
di tanah haram Madinah, maka rampaslah perlengkapannya … sampai akhir pendapat
Syaikh Miyarah. Dan ketika hal ini dalam kasus kriminal menetapkan ta’zir, maka
bagaimana menurut anda dalam kasus meninggalkan jamaah?” Wallahu A’lam bi
al-Shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar